8/07/2012

Memasak Agar-agar


Memasak agar-agar atau jelly adalah mudah. Namun membangun komunikasi dengan pasangan hidup  mengapa sulit? Padahal keduanya hampir mirip. Ada relasi antara agar-agar dengan komunikasi. Coba masukkan agar-agar saat airnya sudah mendidih. Umumnya hasil yang diperoleh adalah agar-agar itu menggumpal. Tidak seperti mencampurkan agar-agar pada air yang dingin. Hasilnya tak perlu susah payah mengaduk.
Coba saja berkomunikasi dengan pasangan saat hati panas dan pikiran ruwet bukan solusi yang di dapat malah pertengkaran apalagi salah satu seperti air panas  terus menerus. Jamin deh rumah seperti musim kemarau.
Tentu saja manusia bukan agar-agar. Komunikasi juga buka agar-agar. Manusia dan komunikasi itu unik.Komunikasi itu seharus dua arah. Ada kondisi tertentu komunikasi itu harus dibangun lebih dahulu oleh satu pihak, seorang istri yang harus memulai komunikasi.

Beberapa waktu lalu Ibu Asti Toro berbagi di suatu sore yang hangat. Sehangat topiknya, Bagaimana berkomunikasi dengan suami. Beliau mengatakan suami adalah asuhan pertama. Ibu-ibu bila sudah dikaruniai anak-anak sering tidak sengaja melupakan  anak pertama ini. Padahal sepanjang hidupnya perlu say hello di pagi hari dan didekap seperti anak-anak.
Banyak ibu-ibu berkata ketika anak-anaknya baru bangun, "Eee sudah bangun, ayo berdoa bangun tidur." Lalu anak tersebut kita peluk. Kita layani atau kalau sudah mandiri tetap kita sapa. Bagaimana dengan anak pertama tadi. Boro-boro say helloo sayaang, yang ada, "Yaah minta tolong ya ini, tolong itu ya?"
Coba ubah kebiasaan itu jadikan ia raja di rumah. Layani dan ajak anak-anak memperlakukan sang ayah  dengan istimewa. Ambilkan ia handuk, ajari anak ambilkan sepatu dan lepaskan Ayah berangkat kerja dengan lambaian plus senyum sumringah. Tentu bisa diaplikasikan dengan bentuk lain kalau tak setuju contoh ini.
Berlebihan? Oh tidak.Satu hal yang pasti surga sudah menanti asal dilakukan dengan ikhlas dan semata-mata karena ibadah.  Sebenarnya itu pengikat agar ayah tak bisa lepas dari keluarganya dan ayah takut kehilangan dengan momen itu. Kejutannya lagi saat ibu  sakit, ayah membalas semua yang telah ibu lakukan dan tak menutup kemungkinan setiap hari ayah akan bersikap yang sama yang dilakukan olah ibu dan anak. Baiti jannati. Siapa yang tak mau? Memberi tanpa batas berarti menerima tanpa batas. Barangkali itu yang menjadi jawaban pernyataan "enak dong yang jadi ayah." Jadi tak perlu khawatir setiap perbuatan baik tak ada balasannya.
Itu salah satu bentuk komunikasi lisan dan non verbal http://id.wikipedia.org/wiki/Komunikasi_nonverbal).
Bagaimana  yang terlanjur menggumpal? Bisa tidak mencair? Mudah? Sulit? Tergantung anda. Ingat memasak agar-agar  mudah walau sudah mengumpal. Hal itu bisa dimulai dengan pujian. Suami juga seperti diri sang istri. Ia perlu pujian. Coba pernahkah memujinya ketika ia membantu memasak, atau menyiapkan makanan, menolong menjaga anak, memakaikan baju anak. "Terimakasih ya ayah, sudah menolong. Ayah baik deh.
Liqo sore itu membuat saya menutup wajah. Mudah-mudahan saya bisa mengaplikasikannya dalam keluarga walau tidak fotocopy semua. Ab anak-anak, ayah mandiri. Ia geli kalau disediakan baju, diambilkan handuk.  Jadi harus cari bentuk lain, yaa yang paling gampang berterimakasih. 



Free INDONESIA Cursors at www.totallyfreecursors.com

3 comments:

  1. Subhanallah, alhamdulillah.. kalo matanya basah batal engga sih bu puasanya.. rasanya ademm hati membacanya.. itulah gunanya liqo dan menulis seperti ini.. memenuhi kebutuhan kita akan kasih sayang dan berbagi .. yang kita rasakan kurang kita dapat, pertanyaan ibu2 selalu: jadi siapa dong yg melakukan pujian dan sayangin kita? inilah dia.. liqo dan menulis untuk sharing.. betul kan bu Tri?? Kalau kita mengharap suami kita (yang otak kiri) untuk mendengarkan cerita2 kita nanti kita yang akan kecewa karena mereka tidak punya kapasitas untuk mendengarkan 70 ribu kata yang harus kita keluarkan setiap hari... iya begitu banyak kata yang ingin keluar setiap hari.. maka menulis adalah jalan keluar yang benar2 menyenangkan, selain itu juga meninggalkan jejak langkah2 yang kita ambil dalam usaha untuk menjadi ibu dan istri yang lebih baik setiap hari.. semoga anak2 kita dan banyak orang lain yang akan membacanya dapat mengambil pelajaran yg bermanfaat.. iyaa akan menghasilkan pahala disisi ALLAH... subhanallah.. ini hanya sebagian dari 70 ribu kata yang harus keluar hari ini.. bukan nasehat.. amin.. subhanallah alhamdulillah ALLAHU AKBAR..

    ReplyDelete
  2. Perlu beberapa minggu untuk menulis ini. Benar gak sih formulanya bu Rini itu? Saya terapkan yang mungkin saya lakukan. Ajaib. Ab tak pelit lagi dengan kata-kata. Wajahnya pun mulai sumringah seperti mawar-mawar depan rumah.
    H h iya ya menulis itu pintu keluar kata-kata yang berjejalan dalam pikiran. Seorang Ibu (baca: perempuan) harus mengeluarkan 70 ribu kata-kata pada sarana yang tepat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Udah bener bu formula yg sedap.. dingin, lembut, manis.. enak diperut.. engga seret ditelennya.. hhahhh
      Memang ilmu tidak akan menjadi ilmu kalau tidak bisa diterapkan, diamalkan sodakoh tidak akan jadi sodakoh tanpa bisa diambil manfaatnya.. iya kan bu... tuhh ribuan kata lagi... qqqq
      Sungguh beruntung mendapat teman yg senang menulis.. guru saya seorang trainer yg hebat udah sepuluh tahun lebih tapi tidak ada jejak karena tidak ketemu orang yg mau menuliskannya menurut persepsi penerima materi.. sungguh beruntung saya.. tulisan ibu sangat objective.. Alhamdulillaah

      Delete