Tahun ajaran baru sebentar lagi dimulai. Pasti kebanyakan orang tua anak-anak yang akan masuk kelas 1 Sekolah Dasar sudah ancang-ancang, jauh-jauh hari agar anak bisa membaca. Atau ada yang masuk tim, santai aja.
Saya mempunyai anak tiga orang anak. Umur
mereka selisih kurang lebih 4 tahun. Anak pertama 21 tahun, kedua 17 tahun,
sedang paling kecil 13 tahun.
Tiga anak, pada usia balita mereka, kondisi pengetahuan Ibunya berbeda-beda. Pada, anak pertama saya belum tahu anak itu
sudah siap atau belum ia belajar membaca. Persis seperti Ibunya belajar
membaca. Dengan cara dieja, i-bu U bu. Untuk anak pertama ini, usia dibawah 3 tahun sudah dikenalkan huruf malah. Pokoknya ia sedini
mungkin diusahakan bisa membaca. Mindset saya waktu itu, kalau ia bisa membaca lebih cepat lebih baik.
Sekolahnya juga dipaksakan, pada ia berusia 3 tahun. Bergabung dengan anak-anak diatasnya. Calistung. Masya Allah. Kadang ia menangis karena tidak mau sekolah tetapi Ibunya memaksa ia sekolah. Hanya karena tak ingin ia ketinggalan pelajaran. Sedih
saya bila mengingat perilaku saya. Membaca buku tentang psikologi anak, tetapi
tidak paham tahapan anak belajar.
Ia bisa membaca menjelang masuk SD. Menggunakan buku dari sekolah TKnya. Itu
hari lahir bacanya. Jauh sebelumnya waktu kecil saya sering membacakan buku.
Tiap mau tidur. Kadang ia minta sampai tiga buku. Baru satu buku, Ibunya membaca, sudah tertidur, sedang ia masih asik dengan bukunya. Malu. Kelak, ketika ia
pesantren SMP tidak boleh membawa handphone. Setiap boleh pulang ke rumah. Ia mengajak
ke toko buku. Ia pernah membeli buku setebal 400 halaman dan selesai
membaca saat waktu luang di pesantren.
Anak kedua beda lagi. Ibunya sudah mulai paham. Tapi kadang masih memaksa. Ia
saya panggilkan guru les membaca ke rumah. Kalau anak pertama lesnya
menggambar, karena ia senang menggambar. Anak kedua tak bertahan lama les membaca, ia tipe
anak yang tak bisa diam. Tidak bisa fokus. Ia masih butuh gerak.
Bisa
baca ketika ia berumur hampir 5 tahun. Padahal ia speech delay. Umur 4,5 tahun
baru lancar bicara. Saya merasa berdosa dengan anak saya ini. Ia masuk TK umur 3
tahun sudah TK kecil karena ia ingin sekolah. Tapi kadang ia tidak mau sekolah.
Saya paksa juga sekolah agar ia tidak ketinggalan pelajaran. Ma sya Allah anak
sekecil itu, pelajaran seperti apa yang ketinggalan. Geleng-geleng kepala saya
bila mengingat mindset dan perilaku saya. Tak paham kondisi anak. Saya tidak menanyakan pada anak, alasan tak mau sekolah. Sekarang saya sering minta maaf pada anak pertama dan kedua
anak saya. Ibunya tak memahami mereka waktu usia keemasan mereka.
Anak kedua bisa membaca dengan cara, saya, suami dan kakaknya bermain kartu
(flash card). Mengambil kartu lalu dibaca apa yang tertera. Anak kedua ini, awalnya tidak bisa membaca kata ada yang di kartu. Lama kelamaan ia mengidentifikasi huruf, merekam gambar, dan tulisan di bawahnya. Jauh sebelum bisa membaca saya membaca buku
untuknya. Kadang juga mendongeng. Ketika ia lancar bicara. Ia tak mau ibunya
yang bercerita tetapi ia yang membuat cerita.
Ia ada riwayat kejang sebelum umur setahun. 2,5 tahun baru bisa berjalan. Saya
membawa obat kejangnya sampai 5 tahun, saking parno-nya. Ia pernah dirawat demam
berdarah lalu dokter anaknya observasi penyebab ia tidak bisa berjalan padahal
sudah hampir 2 tahun. Ia TB tulang. Minum obat selama 18 bulan, tiap
hari tidak boleh putus.
Ya Allah, kondisi waktu kecilnya seperti itu, kok saya memaksa ia untuk bisa membaca secara dini. Ya Allah. Istigfar yang banyak. Untungnya saya cepat sadar, mengubah cara belajar membacanya.
Anak ketiga. Sekolah TKnya menggunakan asesmen untuk masuk sekolah. Kesiapan ia
sekolah pada usia 5 tahun tidak bisa langsung masuk TK B. karena banyak
pertimbangan ia harus di TK A. Ternyata, membaca dan menulis ada tahapannya. Di
sekolahnya tidak langsung belajar membaca dengan mengeja. Tetapi dengan cara
meraba huruf , membuat huruf di udara, membuat huruf dengan badan dan
sebagainya. Hal itu ada di TK A. Masuk
SD juga ia harus asesmen.
Alhamdulillah saat 7 tahun ia bisa masuk SD. Belum bisa membaca. Sekolah tidak
mewajibkan ia bisa membaca. Kelas 3 SD awal belum bisa membaca. Akhirnya
ditelusuri dari badannya. Ditemukan di kepala, ada rambut putih dan benjolan. Akhirnya
diangkat oleh dokter bedah. Biasanya anak lambat membaca karena ada gangguan di mata. Ada juga disleksia.
Saat kelas 3 SD ia baru bisa membaca. Guru melakukan observasi dan pelajaran
tambahan dengan cara bermain. Di kelas, gurunya merahasiakan ia belum pandai
membaca. Saya terharu sebegitunya guru menjaga harga diri anak. Padahal saya
sebagai orang tua, pada anak pertama kedua, pernah melukai perasaan mereka.
Kondisi saya ketika mendampingi anak ketiga ini, saya sudah paham, hari lahir membaca itu berbeda pada masing
anak-anak. Tak bisa dipaksakan. Pahami kapan ia siap membaca. Penting banget
untuk tidak membandingkan anak. Setiap anak unik. Mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Masih jauh perjalanan hidupnya. Untuk mencap ia menjadi anak yang sukses dan tidak. Lukislah masa kecil mereka dengan
indah. Kelak akan terbawa di masa yang akan datang.
Benar, kakak-kakaknya sering
bertanya pada saya mengapa adiknya tidak dipaksa belajar membaca seperti mereka waktu
kecil. Jawaban saya, ibumu sudah move on. Sudah insyaf. Lagi-lagi saya minta maaf
pada mereka. Juga, jangan dilakukan kelak pada anak-anak mereka.
Anak ketiga belajar membaca dengan cara tiap
malam saya membacakan majalah anak-anak. Sebulan saya kerjakan ini, anak saya
tertarik untuk bisa membaca. Ia juga yang minta. Umm, aku mau belajar membaca.
Memang waktu kecil, ia jarang saya bacakan buku. Saran gurunya, ia les berenang. Saya lupa jawaban guru hubungan les berenang dengan belajar membaca. kalau tidak salah agar anak tahu arah ke kiri kanan. Hal ini lebih untuk kemajuan belajar menulisnya. Kekuatan lengannya untuk menulis.
Sayang
baru sekarang saya menemukan artikel di situs https://www.ibupedia.com/ . Coba saya mendapatkan pengetahuan dan pemahaman yang tepat. Tentu tidak kejadian pada anak
pertama dan kedua. Nah saya menemukan artikel
tentang kesiapan anak belajar membaca di https://www.ibupedia.com/artikel/balita/9-cara-membantu-anak-belajar-membaca.
Dalam artikel tersebut diungkapkan,
anak belajar huruf dengan cara mengasosiasikan kepada gambar tertentu misalnya
hurup O berbentuk seperti donat. Huruf L seperti ekor. Ini pekerjaan otak
kanan. Memang otak belahan ini berkembang terlebih dahulu. Otak yang mengambil peran
visual. Berkembang pada puncaknya 4-7 tahun. Oleh karena dinilai belajar
membaca dengan cara menggunakan gambar dan warna.
Mengandalkan otak kanan membuat anak cepat lelah dalam belajar membaca. Belajar
membaca merupakan proses yang terjadi di otak kiri sama seperti belajar Matematika.
Otak kiri berkembang mulai 7 tahun dan anak laki-laki lebih lambat. Bahkan ada
yang usia 11 tahun baru berkembang. Ya Allah ternyata. Anak saya laki-laki semua.
Lebih lanjut artikel tersebut menyebutkan 5 tanda anak siap belajar membaca. Menunjukan minat baca, mengingat dan menceritakan kembali, peka terhadap buku dan media cetak lainnya, bermain kata-kata, dan mengenal sebagian huruf.
Sedangkan untuk membantu anak belajar membaca, perlu ketertarikan anak terhadap
buku, caranya: menunjuk kata yang ibu baca (atau siapa saja yang mendampingi),
gunakan suara dan mimik lucu, tunjukan gambar cerita, biarkan anak mengulang
cerita, hubungkan kisah di buku dengan kehidupan sehari-hari.
Perlu diperhatikan dalam membantu anak belajar membaca membaca: konsisten,
sediakan buku, minat anak, jangan dipaksa, menyenangkan, lantang, mengganti
kata, beri sanjungan.
Nah kapan anak siap belajar membaca? Menurut saya tiap anak berbeda. Penting
stimulasi jauh sebelum anak lahir. Kegiatan ibu membaca buku anak dengan nyaring sambil mengelus perut
saat hamil, saya kira kelak akan terekam dalam pikiran. Mulai bayi hingga ia
tertarik bisa membaca. Itulah saat ia siap belajar membaca. Penting jangan
dipaksa. Salam bahagia untuk anak-anak.
Ungkapan setiap anak adalah unik adalah benar karena mereka berkembang dg keistimewaan masing masing. Salut dg si sulung yg sanggup mengisi waktu luang dipondok dg 'kandelbook' nya dan ummi nya yang super sabar mengikuti dan mencari pemecahan tumbuh utk masalah tumbuh kembang buah hatinya. Semoga sukses dan salam sehat utk tri sapta dan keluarga .
ReplyDeletewk wk kepik. kandel niku nopho. Jazaakillah khoiron. Sehat-sehat juga untukmu dan keluarga
DeleteMasya Allah..suka dengan tulisannya,cara penyampaianya gampang dipahami dan ditiru.
ReplyDeleteBarakallah ilmunya bu Tri..sukses terus 🙏
Jazaakillah khoiron. Bu
DeleteSangat bermanfaat. Teruskan menulis ya Tri. It's interesting sharing 😊
ReplyDeleteTerima kasih. Iya nih beberapa tahun ini semnagat berliterasinya kendor, padahal tahun 2014 bisa menulis 94 artikel.
Deleteartinya beda-beda ya cara mengajarkan anak untuk bisa membaca. Ngga bisa satu cara saja. Trims berbaginya mba.
ReplyDeleteIya. sama-sama
DeleteHmm memang harus sabar, mengajari anak membaca. Anak saya cowo baru bisa baca setelah kelas 3 naik ke kelas 4.
ReplyDeleteHari lahir Baca anak berbeda-beda.
DeleteKalau saya gak pernah ada patokan usia. Pokoknya di rumah saya sediakan banyak buku anak dengan gambar yang menarik. Dari kecil didongengin. Saya mikirnya kalau anak udah tertarik dengan kegiatan membaca, cepat atau lambat juga akan mau belajar membaca
ReplyDeleteBetul Bundanya KeNai
DeleteSelamat sore kak Tri,
ReplyDeleteAnak-anak punya kemampuan yang berbeda-beda. Saya suka membaca paragraf terakhir, ibu juga perlu memberikan stimulasi sebelum anak lahir dengan rajin membaca saat hamil. Ini menarik, seperti musik ya, kegiatan membaca juga bisa terekam oleh memori calon bayi.
Saya tidak tahu penelitiannya, tetapi saya mengalami itu pada tiga anak saya. Saat hamil anak kedua, saya sering membacakan buku cerita untuk anak pertama saya. Asumsi saya ada kaitannya, dengan kecepatan ia bisa membaca. Padahal ia delay speech. Terlambat berjalan.
DeleteTernyata penting ya menggambarkan huruf dan angka dengan benda-benda sekitar anak yang familiar sekaligus menstimulus perkembangan otak kanan dan otak kiri, aku pun kebutulan lagi baca jurnal tentang story telling dalam keluarga dan aktivitas bercerita, berdiskusi antara orang tua dan anak itu juga sangat penting buat membangun kemampuan bicara, berargumen, membangun gagasan/pikiran juga
ReplyDeleteNambah ilmu nih. Trims
DeleteAsyik yak ceritabtentang belajar membaca
ReplyDeleteMak seusia saya pasti banyak cerita tentang anak. Apalagi beda usia mereka jauh juga berbeda kematangan mamaknya pas mereka belajar membaca.
Delete