Awalnya saya amatlah mudah memaafkan. Sampai suatu hari sangat sulit memaafkan, Saya marah sekali. Karena seseorang ini menyinggung hal sangat prinsip bagi hidup saya. Pernah menyaksikan langsung ia berkata pada yang lain, hal yang sama. Saat itu perasaan saya, tidak terlalu sakit. Apakah karena ia tidak mengatakannya pada saya.
Berhari-hari saya mencoba menelusuri sumber masalah. Tanpa bertanya dan memecahkan ke orangnya. Serta orang itu tidak minta maaf. Barangkali ini yang dikatakan orang lain teori memaafkan itu mudah. Tetapi kenyataannya berbeda.
Saat sholat malam, tiba-tiba saya mendapat jawaban dari masalah saya, tidak bisa memaafkan. Solusinya memaafkan atau tidak, toh saya tetap meninggal. Sedangkan Allah menyuruh hambanya untuk menjadi pemaaf. Ia pun Maha Pemaaf. Ya Ghafur, betapa sombongnya saya bila tidak bisa memaafkan.
Padahal lihatlah anak-anak di Palestina, orang yang menyakiti/menjajah tidak mereka kenal. Mereka tidak ada pilihan lain kecuali bergantung pada Allah. Mereka juga tidak menghujat Allah. Setiap cobaan pasti ada hikmahnya. Mereka menghapal Qur'an lebih leluasa karena keterbatasan. Apakah mereka bersedih?
Padahal lihatlah anak-anak di Palestina, orang yang menyakiti/menjajah tidak mereka kenal. Mereka tidak ada pilihan lain kecuali bergantung pada Allah. Mereka juga tidak menghujat Allah. Setiap cobaan pasti ada hikmahnya. Mereka menghapal Qur'an lebih leluasa karena keterbatasan. Apakah mereka bersedih?
Saya hanyalah makhluk yang dhoif. Pastilah dalam berinteraksi dengan orang lain banyak kesalahan. Belajar memahami orang lain mengapa mengatakan hal itu. Introspeksi diri. Tanpa menyudutkan diri sendiri. Kedepannya sebisa mungkin memperbaiki diri. Saya pasti pernah melakukan kesalahan yang sama tanpa saya sadari itu tidak baik.
Mungkin saya memang salah dan ia berhak mengatakan hal itu. Walau semestinya tidak perlu mengeluarkan kata-kata tersebut. Mungkin ia seperti anak-anak yang kadang tidak menyadari ucapannya membuat orang tidak nyaman. Mungkin ia tidak peka dengan perasaan orang lain. Berbahaya bila ia sengaja melakukan.
Teringat pak/bu Presiden-presiden di Indonesia. Meski beliau berusaha melakukan yang terbaik untuk Indonesia tetap saja ada yang mengeluarkan kata pedas. Beliau-beliau tetap senyum. Pribadi yang kokoh. Bagi saya bolehlah mengkritik dengan syarat bahasa yang nyaman didengar.
Dalam berkata santun saya banyak belajar dengan guru anak-anak saya. Mereka pandai sekali mengolah kata dan memilih kata yang tepat untuk anak didik. Semangat mereka adalah membangun, memperbaiki, dan membimbing agar anak-anak bertumbuh. Subhanallah, indahnya hidup.
Mungkin saya memang salah dan ia berhak mengatakan hal itu. Walau semestinya tidak perlu mengeluarkan kata-kata tersebut. Mungkin ia seperti anak-anak yang kadang tidak menyadari ucapannya membuat orang tidak nyaman. Mungkin ia tidak peka dengan perasaan orang lain. Berbahaya bila ia sengaja melakukan.
Teringat pak/bu Presiden-presiden di Indonesia. Meski beliau berusaha melakukan yang terbaik untuk Indonesia tetap saja ada yang mengeluarkan kata pedas. Beliau-beliau tetap senyum. Pribadi yang kokoh. Bagi saya bolehlah mengkritik dengan syarat bahasa yang nyaman didengar.
Dalam berkata santun saya banyak belajar dengan guru anak-anak saya. Mereka pandai sekali mengolah kata dan memilih kata yang tepat untuk anak didik. Semangat mereka adalah membangun, memperbaiki, dan membimbing agar anak-anak bertumbuh. Subhanallah, indahnya hidup.
Jadi mengapa saya tidak memaafkan. Semenjak memutuskan memaafkan tanpa orang tersebut minta maaf, saya bisa tersenyum lagi. Mungkin masalah relasi saya tidak/belum selesai. Tetapi saya selesai dengan diri sendiri. Tetap berbuat baik dengan orang tersebut. Fokus beribadah, bekerja, dan berkarya. Karena waktu ijin tinggal di dunia semua orang sama. Tidak ada yang abadi. Maka nikmati dengan memaafkan. Akan selalu ada jalan Allah membuka hati orang untuk melihat kesalahan dan menyadarinya. Mungkin tidak lewat saya, bisa lewat orang lain.
Percayalah dengan memaafkan tanpa orang minta maaf membuat kita lapang dada dan ringan melangkah. Masih banyak hal lain yang harus dilakukan dan dipikirkan. jadi mengapa harus menguras energi memikirkan seseorang yang bersalah 'menurut kita'. Maafkanlah! Maka hatimu bersih. Insya Allah badanmu lebih sehat.
Mbaaaa... kalau saya ada salah saya minta maaf ya.
ReplyDeleteYang mba katakan memang benar. Mungkin memang betul juga bila semakin sering introspeksi diri, maka pikiran kita akan semakin terbuka. Dulu, saya adalah orang yang sulit sekali memaafkan. Ada satu peristiwa yang masih saya ingat dan saya sangat tidak memaafkan orang tersebut. Waktu saya saat itu habis hanya untuk membuktikan kalau saya bisa lebih sukses darinya. Namun, selama itu pun hati saya menjadi semakin kosong dan gundah. Hingga suatu hari, saya terdiam, merenungkan alasan mengapa hati saya kosong dan saya selalu dipenuhi dengan amarah. Ternyata karena saya belum bisa memaafkan. Seketika itu juga saya mengingat semua peristiwa dengan semua orang yang belum bisa saya maafkan. Lalu saya pun berucap dengan mulut dan hati bahwa saya ridho memaafkan semua yang telah mereka lakukan ke saya di masa lampau. Seperti kata Mba, saya pun bukan manusia sempurna tanpa salah.
Terimakasih Mba, tulisannya. Semoga kita selalu menjadi orang yang mudah memberi maaf, aamiin.
Aamiin. Apakabar Riski? Sudah lama tidak bertemu.
Delete