Rejeki rahasia Allah. Saya ke Perpusnas janjian sama teman. Ia minta ke lantai 4. Di lantai ini ada bazaar selama expo Perpusnas. Dibuka sampai tanggal 22 September 2019.
Lewat jam 16.00 sudah banyak yang tutup. Ada booth komunitas Tarot. Sueer saya paling takut melihat masa depan. Saya lewati saja. Saya lihat ada booth Alkesa tetangga saya . Sayang tidak buka hari ini. Seperti magnet saya tertarik ke booth komunitas Tarot.
Tetiba saya menangis. Kok dramaa. Sebenarnya maluu. Curhatlah saya. Padahal saya tidak kenal. Tapi kok seperti pernah melihat.
Saya pernah dilihat masa depan oleh seseorang tanpa saya minta. Dilalah ia cerita sama saya. Rejeki saya biasa aja.
Saya pernah dilihat masa depan oleh seseorang tanpa saya minta. Dilalah ia cerita sama saya. Rejeki saya biasa aja.
Trus pas saya merasa tidak berhasil. Kok jadi mengaitkan dengan perkataan seseorang tersebut. Saya merasa bersalah kok saya mensugesti diri saya demikian. Padahal kalau saya tidak berhasil bisa jadi saya belum mampu.
Nah pas saya cerita kok plong ya. Apalagi mbak Tere, dari komunitas Tarot bilang
Ya Allah coba lihat mbak. Kamera dan handphone bukankah rejeki juga. Kalau mbak tidak berhasil tentu tidak bisa beli benda ini.
Ya Allah coba lihat mbak. Kamera dan handphone bukankah rejeki juga. Kalau mbak tidak berhasil tentu tidak bisa beli benda ini.
Ma sya Allah. Iya ya kok saya tidak bisa mensyukuri hal kecil demikian. Saya tidak bisa menggunakan kacamata orang lain untuk mengukur sukses.
Sukses bagi semua orang berbeda. Ada yang mengukurnya dengan berkelimpahan, sekolah setinggi langit, anak-anak semua berhasil atau juga sehat sampai sepuh. Keliling dunia. Bisa hapal Qur'an 30 juz atau bisa bersedekah satu juta sehari. Beda-beda.
Saya jadi ingat Rasulullah SAW. Beliau sederhana.
Sukses bagi semua orang berbeda. Ada yang mengukurnya dengan berkelimpahan, sekolah setinggi langit, anak-anak semua berhasil atau juga sehat sampai sepuh. Keliling dunia. Bisa hapal Qur'an 30 juz atau bisa bersedekah satu juta sehari. Beda-beda.
Saya jadi ingat Rasulullah SAW. Beliau sederhana.
Hati saya jadi lapang. Akhirnya punya konsep sukses sendiri. Saya ingat di sekolah tempat bekerja. Pendidikan anak diukur secara personal. Tidak digebyar uyah.
Itu yang membuat anak nyaman dengan dirinya sendiri.
Itu yang membuat anak nyaman dengan dirinya sendiri.
Setiap orang berbeda. Iya juga sih. Kalau seseorang sudah selesai dengan masalahnya diri sendiri akan mudah membuat plan suksesnya. Tangga kesuksesan seseorang berbeda.
Saya jadi teringat dengan seseorang tersebut. Mungkin maksudnya. Tak apa saya rejekinya biasa aja. Ia tetap menerima saya. Apa adanya. Juga bila suatu saat nanti tidak sesuai harapan. Ya tak apa. Sudah goresan Allah.
Sore ini saya tak mau berandai-andai. Bagaimana besok. Cerah atau mendung kehidupan saya. Tetap berusaha dengan baik. Tetap berdoa.
Sore ini saya tak mau berandai-andai. Bagaimana besok. Cerah atau mendung kehidupan saya. Tetap berusaha dengan baik. Tetap berdoa.
No comments:
Post a Comment