Apa yang membuat kamu memutuskan untuk menonton sebuah film sejarah? Film 212 the Power of Love termasuk film sejarah. Film yang berlatar belakang aksi damai 2 Desember 2016. Aksi yang menggetarkan hati. Seperti kita ketahui aksi damai ini terbetik karena surat Al Maidah:51 dinistakan. Jadi ingat dengan tag line blog saya Sabar Syukur Ikhlas, kalau disingkat SSI sama dengan surat al Maidah 551. Apa hubungannya dengan tag line blog. Menurut saya ada ketika sebuah aksi harus bersabar dengan amarah. Terciptalah damai.
Saat aksi hujan tidak menyurutkan jamaah untuk tidak sholat, malah bersyukur. Bayangkan saja ada yang berjalan ratusan kilometer. Sepertinya Allah membersihkan hambanya. Subhanallah untuk mereka yang Ikhlas dalam beribadah.
Penyebab ummat tergerak memutihkan Monas, karena kecintaan terhadap Al Qur’an. Itulah saya pikir penggagas film membuat judul the power of Love. Angka 212, bila 2nya di-inverse seperti membetuk love, dan ditengahnya ada Monas. Bagaimana cinta itu menjadi ruh sebuah film.
Film menceritakan seorang Jurnalis sebuah majalah Republik, Rahmat diperankan oleh Fauzi Baadila. Ia, muslim, namun pemikirannya berseberangan dengan ayahnya yang kyai dan banyak orang. Plot film mengalir cepat. Rentetan peristiwa dalam cerita tersambung halus. Rangkaian sebab akibat logis. Tak sepenuhnya alur film maju ada flash back untuk menjelaskan bagaimana karakter tokoh utama terbentuk. Jarang-jarang tokoh utama dengan karakter antagonis. Tokoh pendamping benar-benar membangun cerita. Tak sekedar hadir. Pemain dalam film ini adalah Asma Nadia, Cholidi Asadil Alam, Meyda Sefira, Hamas Syahid Izzuddin, Adhin Abdul.
Kata anak saya berumur 9 tahun, Rakmat jalannya gaya banget. Memang ada adegan peserta aksi berjalan, termasuk Rahmat yang mendampingi ayahnya. Saya berani mengajak anak saya yang belum 13 tahun karena percayanya filmnya aman. Tentu saja harus siap menjelaskan sesuai umurnya.
Banyak cinta dalam film ini cinta dengan orang tua. Cinta dengan lawan jenis, penasaran tidak sutradara Jastis Arimba membungkusnya dalam film? Cinta pada sesama, bagaimana toleransi umat Islam saat menjaga sepasang penganten melintas aksi menuju gereja Katedral. Cinta pada lingkungan, saat aksi ada yang membersihkan tempat aksi, rumput yang tidak diinjak. Ini cerita saat aksi yang diangkat kembali dalam film. Perjalanan cinta pada Allah. Tentu tak kalah penting cinta Allah pada hambaNya, sehingga aksi damai tercipta.
Semoga film baik banyak lahir dari Warna pictures. Helvi Tiana Rosa, Oki Setiana Dewi, Erick Yusuf sebagai produser tambah semangat membangun film baik bagi keluarga Indonesia