6/28/2012

TEGUR SAPA: SENYUM


Kaka dan Abi, di Anyer menjelang 1 Muharram
               
½TEGUR SAPA: SENYUM ½

     Beberapa hari yang lalu banyak orang menulis tentang sombong di wall Facebook. Menurut kepalaku yang penuh keterbatasan sombong itu bila di tegur tak menyahut, tentu artinya tak sebatas itu. Ealah dalah sore tadi  menegur seorang ibu, aku tak familiar dengan wajahnya, Aku mencoba tersenyum dengan muka manis semanisnya ditambah gula eh dianya manyun. Atau ia merasa tak mengenal diriku atau ia memang tak biasa memberi senyum pada orang yang menegur yang tak dikenalnya. Itu pelataran Mesjid lho. Tempat setidaknya kita merasakan keteduhan. Ingat pembicaraanku tadi pagi dengan temanku, kata anaknya kalau di jalanan dirinya itu dalam beratus diameter, ia tetap disapa orang. Mungkin diriku berbeda dengan dirinya yang super ramah. H h sadar diri.
    Ingat waktu kecil di tempat kelahiranku, sepanjang jalanan sekolah hingga rumah ada saja orang yang menyapaku.  Sungguh berbeda dengan tempatku sekarang aku tak bisa mengenal banyak orang. Tak semua aktifitas kegiatan di luar RT, aku bisa ikuti. 
     Karena kadang menyapa tak direspon mereka pikir siapa lu, Sekarang aku jadi takut menegur orang, takut tak siap mental bila aku tegur orang tersebut tak merespon.  Pikiran yang salah barangkali. Sedang dalam keadaan mengendarai motor aku memilih konsentrasi pada jalan. Boro-boro memperhatikan orang.
     Dalam rumah, berapa sering kita bertegur sapa dengan keluarga atau sekadar memberi senyum pada mereka? Mahalkah sebuah senyuman itu. Sulitkah? Kalau di kantor kita mudah memberi senyum atau bertemu kenalan di jalan, kita dengan ramah menyapa. Tak pantaskah keluarga di rumah kita sapa atau beri senyuman. Sedikit saja senyum untuk keluarga apalagi banyak akan memberi energi bagi keluarga. Jadi aku heran bila seseorang menjawab tak mau tersenyum dengan keluarganya karena keluarganya tak menyenangkan baginya. Sedih dengan pikiran orang tersebut. Padahal senyum adalah amal yang paling mudah dilakukan. Keluarga adalah yang sering ia temui di rumahkan?
     Hal yang sangat membuatku bahagia adalah anakku yang terkecil. Ia sering menularkan senyum pada kami dengan polahnya. Hati siapa yang tak ikut tersenyum bila anak usia balita berkata: “Aku sayang Ummi, sayang Abi, sayang Abang, sayang Kaka.” Plus senyum manisnya di pipi. Kami tak pernah mengajarkan kata-kata itu pada dirinya.  J

No comments:

Post a Comment