Saya kira uleg bukan ulek. Sudah sangat jarang tentu orang melakukan hal ini. Di rumah saya hampir tiap hari. Gegara saya tidak membeli/mengganti bagian blender yang rusak. Saya juga jarang membuat masakan dalam skala besar. Kalau perlu, membeli di pasar saja bawang merah atau putih yang sudah di kupas, kemudian minta digiling. Terus ditambah bumbu yang lain. Biasanya ditukang bumbu sudah ada bumbu halus.
Saat akhir pekan biasanya saya meminta anak untuk ikut mengulek. Pagi-pagi saya sudah bagi tugas dengan anak-anak. Walau mereka laki-laki, bagi saya dapur bukan wilayah yang tabu untuk mereka.
Q saya suruh ngulek. Sedang Az kena bagian melipat kantong plastik yang sudah menggunung. Rupanya Az memilih mengulek.
Karena belum terbiasa, ia mengulek dengan cara badannya yang bergerak sedang tangannya diam. Yaa tidak terjadi apapun. Setelah diberi tahu. ia mulai bisa. Kini ia terlalu kencang. So, bikin mata berair karena gas dari bawang merah masuk ke hidung.
Apa yang ia lakukan menghadapi keadaan ini?
"Mulai menangis...mulai menangis." Ha ha ha ada saja nak kamu menetralisir keadaan tidak nyaman. Kami tertawa melihat tingkahnya.
Ia memilih menyerah karena matanya sudah berair. Saya mencontohkan. Kata saya lakukan dengan pelan-pelan. Waktu kecil saya juga juga tidak bisa. Terus berlatih akhirnya juga bisa. Lazua yang TK saja pernah diajarkan mengulek di sekolahnya. Ada muatan positif dalam ulek mengulek. Ada koordinasi tangan dan mata. Ada sensitivitas, anak belajar kapan harus mengulek dengan kencang atau perlahan. Anak juga belajar menggenggam batu ulek. Kegiatan ini juga mengakrabkan orang tua, dan membuat ia break sebentar untuk kegiatan gadget akhir pekannya.