10/15/2014

Pekan Cita Rasa, Le Semaine Du Goût 2014

Bertempat di Cassis, Pavilion Apt retail Arcade tanggal 7  Oktober 2014 saya dan teman blogger berkesempatan hadir bertemu dengan beberapa chef. Acara ini rangkaian dari Le Semaine Du Goût 2014 atau Pekan Cita Rasa. 

Pekan Cita Rasa hadir kembali di Indonesia. Perhelatan ini serentak diselenggarakan di Prancis  dan berbagai negara di dunia. Ada 19 chef Prancis berbagi pada 800 siswa berbagai usia dan masyarakat dalam beragam workshop memasak. Bentuknya bukan demo. Para chef ini akan berbagi ilmu berupa teknik memasak. Mencakup resep yang sederhana, bahan yang tidak mahal, tampilan masakan yang menggugah lidah, rasa yang tentu enak.

Pekan ini diselenggarakan dari tanggal 13-17 Oktober 2014. Ada Chef Jérôme Laurent (Cassis), Gilles Marx dan Alexandre Riehl (Amuz), Jose Martin (Eric Kayser), Gérald Maridet (Pullman Jakarta Indonesia), Antoine Audran (Potato Head), Patric Farjas (Retro Gourmet) dan Jacques Poulain (Kempinski) serta beberapa chef lokal Indonesia: Achmad, Dwi, Muhammad Adhitya, Beni Harsono (Colette & Lola), Vindex Tengker, Julio dan Arief (The Dharmawangsa), Odie Jamil (BYOD Patisserie) dan Andini Harjono. 


Sekolah yang dikunjungi SMK 27, SMK 30, SMK 37, dan SMK 57 jurusan Tata Boga serta sekolah tinggi pariwisata (STP Sahid). Juga akan mendatangi siswa-siswi Perancis Cipete (Lycee Francais de Jakarta) dan mengundang  SDIT Ar Raudah Bekasi ke IFI Salemba. Publik junior ini diajak mengenal dunia kuliner sekaligus belajar memasak 

Le Semaine du goût awalnya diprakasai oleh seorang jurnalis kuliner Jean Luc Petitrenaud tahun 1990.   Tradisi yang membangun sebuah hubungan harmonis antara chef dan profesional. Caranya para chef menularkan passion mereka kepada kaum  muda  dan   publik junior. Tujuannya educating the youngest to taste. 



Mengapa IFI (Institut Français d’Indonésie) yang menyelenggarakan Pekan Cita Rasa? Pertanyaan itu saya lontarkan pada Dwi Setyowati dari Divisi Komunikasi dan Kemitraan IFI. Jawabannya adalah IFI sebagai jembatan kebudayaan Indonesia dan Perancis. IFI menilai siswa yang belajar gastronomi akan membutuhkan belajar bahasa. Dalam hati saya manggut-manggut. Tidak hanya yang belajar masakan bagi penikmatnya juga perlu. Kalau tidak tahu arti nama masakankan gawat. Apalagi masakan bahasa Perancis. Saya baru tahu ada ilmu gastronomi. Kata mbah Wiki: ilmu yang mempelajari hubungan makanan dan budaya.

Selain itu saya mendekati Nabila. Kebanyakan orang berpendapat masakan barat  itu tidak sehat. Jawaban chef cantik ini adalah orang Perancis suka memasak sendiri di rumah. Penjabarannya kalau di rumah bisa memilih bahan dan cara mengolah. Tentu saja menurut hemat saya di restoran/cafe juga sehat asal mereka memasak sesuai rumus sehat. Kemudian saya bertanya apakah di masakan Perancis sering ditambahkan MSG. Ia agak kebingungan. Rupanya untuk jenis penambah rasa ini tidak dikenalnya. Dibantu oleh Dwi dengan bahasa Perancis, ia menjawab masakan Perancis biasanya tidak ditambahkan MSG. Selanjutnya dengan ramah ia mengajak makan di rumahnya. Wow. Tawaran yang menarik. 

Mengenai rumus makanan sehat, saya mendapatkan paradigma berpikir baru. Tidak hanya jenis masakan yang mengandung apa dan apa, tetapi bagaimana mengolahnya. Sebelumnya saya tidak begitu paham. Sekarang masih belum banyak tahu. Sebagai seorang ibu, tentu tidak boleh berhenti belajar. 

Tertarik untuk  belajar  dan hadir coba simak  jadwalnya di bawah ini. Untuk kehadiran hubungi dwi.setyowati@ifi-id.com. Facebook: Institut Français d’Indonésie Twitter: @IFI_Jakarta. Ada juga webnya: www.ifi-id.com/pekancitarasa 2014, www.legout.com.





4 comments:

  1. Waahh asyik yaa bisaa belajar masakan2 Prancis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apalagi langsung belajar dengan Chef yang sudah berpengalaman.

      Delete
  2. hemmm aku juga baru tahu ada ilmu gastronomi.. keren yah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau dijadikan tema blog bisa beratus-ratus tulisan.

      Delete