9/26/2013

Labirin Rasa: Novel Eka Situmorang-Sir



Saya menimang novel  Labirin Rasa karangan Eka Situmorang-Sir. Tentunya fiksi ini bukan terjemahan. Nama Eka khas Indonesia, ada marganya (bukan generalisir bisa saja bule bermarga Indonesia bukan). Terbitan WahyuMedia. Cetakan pertama tahun 2013. Cukup tebal dengan jumlah halaman 394 halaman.



Cover berwarna hijau karena memang gambar labirin tumbuhan. Di tengah labirin ada bentuk piramida tercantol  (pilihan katanya) sebentuk hati berwarna merah. Kontras dengan warna hijau. Warna judul novel menonjok mata.  Yup harus dibaca novel berkertas semi coklat ini.

Membuka halaman kata pengantar, khas Eka banget. Bahasanya lugas. Kemudian menginjak halaman pertama:

Pada Awalnya
Tak tentu arah bukan berarti tersesat
Mungkin hanya belum menemukan jalan yang tepat untuk ditapaki.

Labirin bangetkan? Sesuai judul.

Bab pertama Eka mengenalkan tokoh Kayla. Tokoh yang  asertif, ekspresif. Apa yang dirasakannya akan diungkapkan. Marah ya marah.  Sedih ya sedih. Namun ia tidak cengeng. Lebih lanjut Kayla digambarkan tak peduli dengan fisik. wajah,  kantong tas kresek, ransel, sepatu gunung, sepatu.

Milly dan Rosa adalah sahabat Kayla. Milly penakut. Kayla dan Rosa sering menggoda. Fakta penting adalah Kayla tak percaya ramalan dan tak punya pacar. Namun diramal akan mempunyai cinta pertama yang akan menjadi suami setia sepanjang usia. Bahagia dan kaya raya. Ramalan beruntung namun pada kenyataannya tiga semester IPKnya nasakom, nasib satu koma.

Anti mainstream

Karena suntuk Kay disarankan temannya berlibur ke Yogya. Dalam perjalanan kereta api ia bertemu dengan seorang cowok. Eka sangat dalam menggambarkan perawakan cowok tersebut.

Kayla sangat berani  dan langsung mengatakan ganteng pada cowok yang bernama Ruben itu. Laki-laki itu menyukai gaya Kay yang tak jaim.

Ruben anak mami, peranakan tiongha dan Portugis, ternyata sama dengan Kay tidak menyukai  ramalan.  Ada hal lain yang membuat Ruben tambah suka dengan Kay. Ia perempuan mandiri, bisa menentukan keputusan sendiri. Sementara Kay sendiri menyukai Ruben karena walau ia anak mami. Ia ganteng, menarik dan pintar.
Lingkungan tinggal berpengaruh pada Kayla walau ia punya nenek yogya yang sangat lembut, namun ia tidak.

YangKungnya meninggal tiga tahun yang lalu. Meninggal sebuat surat wasiat. Isinya Kay akan menemukan pacar pertama yang akan menjadi suaminya dan merupakan pangeran fajar. Hmm apakah mungkin Ruben karena mereka sama-sama naik fajar utama.  Surat itu sama dengan ramalan ketika ia SMP.

Kenapa?

Bab ini menerangkan adanya veni pacar putus sambung Ruben. Cewek berbanding terbalik dengan Kay. Veni membuat ego laki-laki Ruben terpenuhi sedangkan Kay, cewek yang  seolah tak butuh laki-laki disampingnya.

Dari mama mau kemana?

Karena tak mau memaksa Ruben Kayla menenangkan diri ke Bromo ia bertemu lagi dengan seorang cowok yang bernama Dani. Lagi-lagi Kay mengkaitan cowok dengan surat yangkung dan ramalan. Apakah Dani adalah pangeran fajar dan bukankah Dani membawanya ke bukit Teletubbies.

Bali You heal

Kembali di bali Kay menemukan cowok. Kali ini Cowok bule, namanya David. Kelekatan yang dibangun dari seekor anjing bernama Brandy. Kay bercerita blak-blakan  sampai menceritakan bagaimana sikap orang tua terhadap dirinya. Ia pergi meninggalkan Bali saat ia yakin tak akan bisa menjaga harta paling berharga bagi seorang perempuan.

Bagaimana cerita selanjutnya apakah Kayla akan menemukan pangeran fajarnya? Ayo buruan ke toko buku.

Membaca novel ini pembaca seolah dibawa mampir ke beberapa tempat terkenal di Indonesia dan juga sudah menjadi agenda wisman. Tak hanya tokoh utama yang menghibur (paling tidak pembaca akan mengenal beberapa karakter yang disodorkan Eka lewat tokoh pendamping), alur yang mengalir, setting  tempat yang tidak monoton.

Saran saya untuk toko buku jangan meletakkan Labirin Rasa di genre remaja karena  ada sedikit adegan yang diperuntukkan untuk orang dewasa walau tak vulgar.  Sebenarnya itu adalah sebuah petuah dari penulis yang disampaikan lewat Patar, pariban Kayla agar tak melakukan hal itu.




No comments:

Post a Comment