9/03/2013

Cicicuit Kebebasan Berekspresi Filipina

Itenary jam 04.00 berangkat ke Pasar Terapung. Namun karena kemaren pagi tulisan #day 7 belum selesai. Terpaksa keberangkatan delay. Yaaah tak dapat lagi keriuhan bahasa Banjar antar pembeli dan pedagang. Konon mereka kadang masih barter. Walau  hampir jam 07.00, aku tetap ingin menikmati suasana itu. Setelah makan soto di pasar terapung, kami ke pulau kembang.

Gambar diambil dari: http://www.philippinebirds.com/

Cericit cuit cuit seekor burung kecil (?) dengan bebasnya melompat lalu masuk ke dalam klotok. Ia tak takut pada kami. Tak berapa lama seekor kera ikut melompat masuk ke dalam klotok. Ia mengambil nasi bungkus. Hup kebebasan yang merusak hak orang eh makhluk lain. Kera memang bukan makhluk yang bisa berpikir seperti manusia. Boleh atau tak boleh ia tak bisa membedakan. Lalu bagaimana manusia melakukan hal yang sama? Sampai di mana kebebasan yang dimiliki atau manusia tipe apa yang membelenggu kebebasan orang bicara, berpendapat, berkarya. Lebih mengkerucut lagi kebebasan press, kebebasan dalam berinternet.

#day8 lomba #10dayforASEAN temanya adalah kebebasan yang ada di Filipina. Negara ini internet gratis. Pemerintah mengatur secara ketat mulai 3 oktober 2012. Freedom of house (sebuah lembaga yang ada di Filipina) mengutuk keras dengan adanya condems  Cybercrime Prevention Act of 2012. Sebagian isinya adalah membahasa kejahatan online, ketentuan hukum yang mencakup fitnah dan pelanggaran lain “pelanggaran norma-norma pada umumnya berkait dengan kebebasan berekspresi.  Freedom of house juga mendesak pemerintah untuk memperhatikan pemanggilan terhadap netizens dan mencabut beberapa ketentuan dalam RUU yang bisa membatasi kebebasan internet.

Hukum pencemaran nama baik di Filipina tidak jelas, setiap pidato /bicara yang dianggap kritis adalah kriminal. Termasuk mengkritik pemerintah atau pihak berwenang lainnya. The Cybercrime Prevention Act memperluas Undang-undang ini dengan melipat gandakan hukuman apabila pencemaran nama baik itu ada di media online dan media cetak.

Karena hukum itu kata-kata tidak jelas , siapa saja yang berbagi menyinggung konten bisa berakhir di balik jeruji besi , bahkan jika dia tidak menulis itu . Hanya sebuah Facebook "Like" dapat ditafsirkan sebagai pencemaran nama baik di bawah Cybercrime Prevention Act .
Undang-undang juga menetapkan bahwa Departemen Kehakiman dapat memblokir situs-situs yang berisi konten pidana tanpa mendalam atau bahkan  tanpa surat perintah pengadilan dapat menangkap pelaku.

Filipina sebelumnya mendapatkan peringkat sebagai pemimpin regional mengenai isu-isu kebebasan internet. Sangat disayangkan apabila pemerintah memblokir situs-situs untuk alasan politik, menekan jurnalis dan blogger untuk menghapus konten kritis terhadap pemerintah.
Freedom House mengkhawatirkan dengan adanya Cybercrime Prevention Act akan membekukan kebebasan berekspresi. Nah cicicuit burung kecil tak akan mengganggu bukan namun akan terdengar indah, apabila di follow up.

Tulisan  ini diikutsertakan dalam lomba  http://aseanblogger.com/lomba-blog-10daysforase-an





Sumber tulisan:





No comments:

Post a Comment