Sangat suka menulis repotase diawali
dengan transportasinya dahulu. Undangan
dari Tempo jam 18.00. Apa daya jam segitu baru sampai Kecamatan Jagakarsa.
Batal menggunakan motor, aku memilih
menggunakan commuter (sengaja menyebut
bukan kereta api). Tersindir dengan Lazua beberapa waktu lalu,” Ummi kenapa
kereta api itu tidak ada apinya?” (Bila menyanyi kereta api juga bukan dengan
tut tut tetapi jes jes, Iya zaman sudah berubah)
“Dulu nak kereta itu ada apinya karena
menggunakan batu bara.”
Sekarang kalau naik berbarengan dengan orang pergi
kerja atau pulang kerja, orangnya yang berasap. Penuh. Alhamdulillah ba’da Magrib
arah Kota adalah pilihan tepat, karena lengang.
Aku turun di Godangdia kemudian melanjutkan
perjalanan dengan ojek menuju gedung Galeri Nasional Jl Merdeka Timur No 14
Jakarta Pusat.
Merah putih dari kejauhan sudah
terlihat. Punya gawe Tempo. Temanya
Malam menjadi Indonesia.
Setelah menyantap hidangan, menu yang
kupilih oseng kacang panjang dan nasi bakar. Maunya menerapkan Food Combining kalau malam bolehnya nasi, sayur,
dan protein nabati. Pagi makan buah. Siang protein hewani dengan sayur. Katanya,
orang Indonesia kalau tidak makan nasi bukan makan. Itukah menjadi Indonesia?
Acara di mulai sekitar jam 19.40 menit.
Sajian lagu Indonesia seperti Selendang sutera, Indonesia Pusaka memenuhi
telinga hadirin ( Ada bulenya juga lho) berhenti. Bersambung dengan beberapa
sambutan: Bapak Rocky Gerung dan Ibu Mardiyah Chamim (Direktur Eksekutif TEMPO
Institute)
Sedikit aku mencatat dari sambutan:
- Para peserta penulis esai diharapkan
tidak saja tulisannya yang cerdas namun penulisnya juga mempunyai kecerdasan
sosial.
- Ada kemarahan dalam tulisan dan harapan
dibalik itu.
Acara
puncak adalah pengumuman pemenang Kompetisi Essai mahasiswa: Menjadi Indonesia
2013. Sayang tak mencatat siapa pemenangnya.
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/30/173525981/Mahasiswa-UIN-Juara-Esay-i-
http://www.tempo.co/read/news/2013/10/30/173525981/Mahasiswa-UIN-Juara-Esay-i-
Acara
ini dihadiri oleh bapak Basuki Tjahaja Purnama dan Titik Puspa. Acara
yang lain adalah peluncuran Surat dari dan untuk Pemimpin. Ada 95 surat dari
tokoh Indonesia. Bergetar membacanya. Para undangan yang datang mendapatkan
buku ini. Oleh-oleh yang sangat bagus untuk anak-anakku, terutama anak
pertamaku pelalap buku tebal. Mudah-mudahan kelak ia juga berani menulis essay untuk Indonesia dengan
karyanya. Memang ia terlahir dan sampai sekarang di Indonesia, menjadi
Indonesia karena takdirnya. Bagaimana dengan orang Indonesia yang tinggal bukan di Indonesia? Akh bukan tempat
dimana kau tinggal tetapi bila hati dan darahmu Indonesia itu berarti menjadi
Indonesia.
Qoute dari Goenawan Muhammad
MENJADI INDONESIA adalah menjadi manusia yang bersiap memperbaiki keadaan, tetapi bersiap pula untuk melihat bahwa perbaikan itu tidak akan sempurna dan ikhtiar itu tidak pernah selesai