Ikut lomba bagiku sebuah tantangan, terutama manajemen waktu. Walau tak bekerja dan ketersediaan waktu yang banyak belum tentu bisa menyelesaikan sebuah tulisan sesuai target. Barangkali kecepatan dan kemampuan aku mengolah sebuah tulisan juga menjadi sebuah sebab serta menerobos dinding 'minder' yang naik turun.
Tulisan berikut gagal di kirim namun sayang disimpan.
Tak tahu entah ada hubungan atau tidak. Pagi tulisan di upload, sorenya beliau pergi menghadapNya terlebih dahulu. Dalam kenangan bu Suyati/bu Sis.
Guru Merah Putih
Kini aku memang
bukan siapa-siapa. Namun itu bukan indikasi ketidakberhasilan guruku dalam mendidik. Karena keberhasilan seseorang relatif. Menurutku guru-guru saat aku berpakaian merah
putih adalah pahlawan dalam hidupku.
Antara tahun 1977-1983, aku
mengecap banyak hal-hal yang mendasar . Bersekolah pada zaman itu tak merisaukan kualitas guru, kualitas kurikulum serta kualitas
infrastruktur . Namun aku merasakan
guru-guru sangat berdedikasi untuk kemajuan murid. Pada saat itu barangkali tak
banyak teori pendidikan. Namun guru-guru
mendidik kami mempunyai akhlak mulia dan berkarakter.
Banyak teman-teman dengan
bertelanjang kaki ke sekolah tetap semangat.
Tak punya payung ketika hujan mereka menggunakan daun-daun pisang.
Mengapa mereka semangat sekolah? Tentu
bukan masalah absen. Ketika seorang
murid enggan bolos berarti sekolah itu berhasil menanamkan cinta belajar. Tentu
peran guru sangat besar.
Tak ada kurikulum CBSA, namun
siswa sudah diajarkan demikian, walau di
kelas sistem satu arah namun diluar jam sekolah murid berkesempatan berdiskusi
dengan teman dan guru. Pelajaran tak hanya teori
belaka namun diimplementasikan seperti setiap saptu hari gotong royong,
berkebun, belajar memasak yang benar-benar dilakukan di sekolah, berkemah,
ekstra kurikuler, seperti silat, rebana, menari, karawitan, pramuka. Cinta buku benar-benar tercipta dengan
sendirinya. Ruangan perpustakaan ada dalam ruang guru karena keterbatasan lokal, tak menghalangi murid untuk membaca.
Sebab kami boleh membawa ke dalam kelas dan membawa pulang. Guru/pengelola
perpustakaan tak khawatir buku tak kembali atau tak dikembalikan tepat waktu
karena mereka percaya, kami jujur dan disiplin.
Potensi
Banyak murid yang tak berani menegakkan kepala karena merasa tak mampu.
Guru mengangkat kepala itu agar bisa menatap masa depan. Tak ada murid yang
bodoh bagi guru yang baik. Karena ia memahami setiap muridnya memiliki intan.
Guru menolong murid menemukan intan
yang masih tersimpan. Gurulah yang
mengajari anak didik menemukan potensinya. Banyak lomba yang kami ikuti sesuai
kemampuan masing-masing. Setiap tahun ada porseni, semua murid dilibatkan, yang
berbakat olah raga diikutkan perlombaan dan pertandingan olah raga. Berbakat
seni, dilibatkan dalam pentas seni. Even lainnya untuk anak-anak yang berbakat
dalam pelajaran tertentu juga didorong untuk percaya diri dan meningkatkan
kemampuan.
Kreatif
Ketrampilan seperti mengolah koran bekas menjadi hiasan, membuat asbak
dari tanah liat, membuat kemoceng dari rapia dan bulu ayam. Hal itu sering
dikerjakan di sekolah. Juga membuat taplak meja untuk meja guru. Membuat penghapus
dari kain sehingga sekolah tak perlu membeli penghapus.
Semua guru adalah pahlawan bagi muridnya. Karena mereka yang
membangun jembatan untuk anak
didiknya dari ketidaktahuan menjadi
tahu. Dari ketidakmengertian menjadi mengerti.
Banyak orang yang bisa melompat karena terngiang-ngiang kata-kata
gurunya. Seorang guru berhasil apabila kemudian sang murid berhasil membangun
jembatan kembali untuk orang lain. Ilmu yang menyambung dan terus mengalir
walau ia tidak bisa lagi membangun jembatan.
No comments:
Post a Comment