11/13/2012

Guru Merah Putih


Ikut lomba bagiku sebuah tantangan, terutama manajemen waktu. Walau tak bekerja dan ketersediaan waktu yang banyak belum tentu bisa menyelesaikan sebuah tulisan sesuai target. Barangkali kecepatan dan kemampuan  aku mengolah sebuah tulisan juga menjadi sebuah sebab serta menerobos dinding 'minder' yang naik turun.

Tulisan berikut gagal di kirim namun sayang disimpan.
Tak tahu entah ada hubungan atau tidak. Pagi tulisan di upload, sorenya beliau pergi menghadapNya terlebih dahulu. Dalam kenangan bu Suyati/bu Sis.


Guru Merah Putih

               
Kini aku memang bukan siapa-siapa. Namun itu bukan indikasi ketidakberhasilan guruku dalam mendidik.  Karena keberhasilan seseorang relatif.  Menurutku guru-guru saat aku berpakaian merah putih adalah pahlawan dalam hidupku.
           Antara tahun 1977-1983, aku mengecap banyak hal-hal yang mendasar .  Bersekolah pada zaman itu tak merisaukan kualitas guru,  kualitas kurikulum serta kualitas infrastruktur .  Namun aku merasakan guru-guru sangat berdedikasi untuk kemajuan murid. Pada saat itu barangkali tak banyak teori pendidikan.  Namun guru-guru mendidik kami mempunyai akhlak mulia dan berkarakter.

           Banyak teman-teman dengan bertelanjang kaki ke sekolah tetap semangat.  Tak punya payung ketika hujan mereka menggunakan daun-daun pisang. Mengapa mereka semangat sekolah?  Tentu bukan masalah absen.  Ketika seorang murid enggan bolos berarti sekolah itu berhasil menanamkan cinta belajar. Tentu peran guru sangat besar. 
         Tak ada kurikulum CBSA, namun siswa sudah  diajarkan demikian, walau di kelas sistem satu arah namun diluar jam sekolah murid berkesempatan berdiskusi dengan teman dan guru.  Pelajaran tak hanya teori belaka namun diimplementasikan seperti setiap saptu hari gotong royong, berkebun, belajar memasak yang benar-benar dilakukan di sekolah, berkemah, ekstra kurikuler, seperti silat, rebana, menari, karawitan, pramuka.  Cinta buku benar-benar tercipta dengan sendirinya. Ruangan perpustakaan ada dalam ruang guru karena keterbatasan  lokal, tak menghalangi murid untuk membaca. Sebab kami boleh membawa ke dalam kelas dan membawa pulang. Guru/pengelola perpustakaan tak khawatir buku tak kembali atau tak dikembalikan tepat waktu karena mereka percaya,  kami  jujur dan disiplin. 

Potensi

Banyak murid yang tak berani menegakkan kepala karena merasa tak mampu. Guru mengangkat kepala itu agar bisa menatap masa depan. Tak ada murid yang bodoh bagi guru yang baik. Karena ia memahami setiap muridnya memiliki intan. Guru menolong   murid menemukan intan yang masih tersimpan. Gurulah  yang mengajari anak didik menemukan potensinya. Banyak lomba yang kami ikuti sesuai kemampuan masing-masing. Setiap tahun ada porseni, semua murid dilibatkan, yang berbakat olah raga diikutkan perlombaan dan pertandingan olah raga. Berbakat seni, dilibatkan dalam pentas seni. Even lainnya untuk anak-anak yang berbakat dalam pelajaran tertentu juga didorong untuk percaya diri dan meningkatkan kemampuan.

Kreatif

Ketrampilan seperti mengolah koran bekas menjadi hiasan, membuat asbak dari tanah liat, membuat kemoceng dari rapia dan bulu ayam. Hal itu sering dikerjakan di sekolah. Juga membuat taplak meja untuk meja guru. Membuat penghapus dari kain sehingga sekolah tak perlu membeli penghapus.
Semua guru adalah pahlawan bagi muridnya. Karena mereka yang membangun  jembatan untuk anak didiknya  dari ketidaktahuan menjadi tahu. Dari ketidakmengertian menjadi mengerti.  Banyak orang yang bisa melompat karena terngiang-ngiang kata-kata gurunya. Seorang guru berhasil apabila kemudian sang murid berhasil membangun jembatan kembali untuk orang lain. Ilmu yang menyambung dan terus mengalir walau ia tidak bisa lagi membangun jembatan.



No comments:

Post a Comment